Friday 27 December 2013

Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Kajian Buddha-dhamma

Pengertian Agama

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata agama didefinisikan sebagai suatu system, prinsip kepercayaan kepada tuhan (dewa dan sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
Dalam Buddha Dhamma kata agama lebih dikenal dengan sebutan Sasana atau Dhamma, yang secara harafiah berarti kebenaran atau kesunyataan. Agama Buddha sering disebut Buddha Dhamma atau Buddha Sasana yang artinya ajaran yang menghantarkan orang yang melaksanakannya agar hidup bahagia di dunia, setelah kematian dapat terlahir di alam surga dan hingga pada akhirnya mencapai tujuan tertinggi yaitu tercapainya Nibbana. Buddha Dhamma sebagai pedoman untuk membebaskan diri dari penderitaan, sehingga mencapai kebahagiaan dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.

Peranan Agama-Agama

Di dalam keyakinan umat beragama, umat Buddha hendaknya menanamkan keyakinan yang kokoh kepada Tuhan Yang Maha Esa, Buddha, Dhamma dan Sangha, sehingga terjalin suatu toleransi sesama agama yang ada di Indonesia. Dasar keyakinan agar terbentuknya suatu kerukunan umat beragama dalam agama Buddha, diikrarkan oleh raja Asoka Wardana yang merupakan salah satu raja yang berkeyakinan terhadap Buddha. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya Prasasti Batu Kalinga No XXII Raja Asoka yang memeluk agama Buddha pada abad ketiga sebelum masehi, yang berbunyi:


“Janganlah kita menghormati (mazhab) sendiri dengan mencela agama orang lain tanpa sesuatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu. Dengan berbuat demikian, kita telah membantu agama kita sendiri untuk berkembang, disamping pula tidak merugikan agama orang lain. Oleh karena itu, kerukunanlah yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya memperhatikan dan bersedia mendengarkan ajaran yang dianut oleh orang lain”.
Selebihnya Raja Asoka juga menuliskan bahwa ”barang siapa menghina agama orang lain,  dengan maksud menjatuhkan agama orang lain, bearti ia telah menghancurkan agamanya sendiri”.
Kerukunan antar umat beragama memang akan terwujud jika masing-masing agama memiliki prinsip untuk saling menghargai agama yang lain. Jika saja tidak demikian maka kerukunan tidak akan terwujud. Bukankah dengan adanya perbedaan maka akan tahu bahwa warna hitam dan putih berbeda. Begitu juga dengan agama. Perbedaan agama yang ada di Indonesia jangan dijadikan sebagai penghalang persatuan, namun jadikan sebagai pembanding satu sama lain agar dapat mengikuti prinsip yang terbaik menurut keyakinan masing-masing.
Contoh-Contoh Kerukunan Dalam Perjalanan Sejarah Agama Buddha

1.      Upali Sutta
Diceritakan bahwa semasa hidup Sang Buddha, Nigantha Nataputha seorang guru besar dari sekte agama Jaina mengutus Upali seorang siswanya yang cerdik, pandai dan berpengaruh di masyarakat untuk berdialog, memperbincangkan tentang ajaran Buddha yaitu Hukum Karma.
Setelah berdialog cukup panjang Upali memperoleh kesadaran bahwa ajaran Buddha tentang kamma adalah yang benar. Upali kemudian memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai muridnya. Sang Buddha menyuruh Upali untuk memikirkannya karena Upali adalah murid dari Guru Besar dan ternama, ia juga orang berkedudukan dan terpandang di masyarakat.
Akhirnya Sang Buddha menerima Upali sebagai muridnya dengan mengucapkan: “Kami terima anda sebagai umatku, sebagai muridku, dengan harapan anda tetap menghargai bekas agamamu dan menghormati bekas gurumu itu, serta membantunya”.
Dari cerita tersebut maka tampaklah bahwa masa kehidupan Sang Buddha telah menunjukkan demikian besarnya toleransi Sang Buddha terhadap keyakinan atau agama lain.

2.      Maha Raja Asoka (Prasati Asoka)
Raja Asoka dalam menjalankan pemerintahannya benar-benar menjaga toleransi dan kerukunan hidup beragama, semua agama yang berkembang saat itu diperlakukan adil. Untuk mewujudkan kerukunan hidup beragama tersebut, Raja Asoka telah mencanangkan Kerukunan Hidup Beragama yang terkenal dengan “Prasasti Batu Kalinga No. XXII Raja Asoka”.
PRASASTI RAJA ASOKA
“Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu.
Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk berkembang di samping menguntungkan pula agama orang lain. Dengan berbuat sebaliknya kita telah merugikan agama kita sendiri, di samping merugikan agama orang lain.
Oleh karena itu, barang siapa menghormati agamanya sendiri dan mencela agama orang lain, semata-mata karena didorong oleh rasa bakti pada agamanya sendiri dengan berpikir; bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri. Dengan berbuat demikian ia malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu, kerukunanlah yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan bersedia mendengar ajaran orang lain”.(Proyek Bimbingan P4, 1983/1984,: 28, SM Rasyid, 1988).

3.      Era Kerajaan di Indonesia
Pada jaman Keprabuan Majapahit telah berhasil menghantarkan bangsa di nusantara kita ini memasuki jaman keemasan karena adanya kerukunan hidup beragama, yakni kerukunan hidup antar umat beragama Hindu dan umat beragama Buddha, yang berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan negara tersebut.
Pada masa tersebut seorang pujangga besar telah menyusun karya sastra “Sutasoma”, yang di dalam mukadimahnya tersurat sebuah kalimat yang memiliki makna terdalam guna membina kerukunan persatuan dan persatuan antar umat beragama, yaitu: “Siwa Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”. Kalimat sakti tersebut sekarang telah dijadikan motto atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika di lambang negara garuda pancasila. 

Agama-Agama Besar Di Indonesia

Agama-agama besar yang ada di Indonesia dan diakui oleh Negara republik Indonesia yaitu Buddha, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Islam, Hindu. Dan akhir-akhir ini muncul agama Konghucu.
  1. Agama Buddha di ajarkan oleh Buddha gotama, berasal dari suku sakya kerajaan kapilawastu di India, dengan kitab sucinya Tipitaka bahasa pali dan sansekerta, tempat ibadahnya Vihara, Arama, cetiya, pagoda, dan kuil. Ibadahnya disebut dengan Puja Bakti dan biasanya dilakukan sesuai dengan kesepakatan oleh masing-masing wihara. Idealnya umat Buddha puja bakti setiap pagi dan sore.
  2. Agama Kristen Protestan di ajarka oleh yesus Kristus dari yerussalem, kitab sucinya injil dan tempat ibadahnya Gereja.
  3. Agama Kristen Katholik di ajarka oleh yesus Kristus dari yerussalem, kitab sucinya injil dan tempat ibadahnya Gereja.
  4. Agama Islam diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W dari barab Saudi kitab sucinya Alqur’an dan tempat ibadahnya masjid.
  5.  Agama Hindu diajarkan oleh brahmana, kitab sucinya Weda dan tempat ibadahnya pura.
  6. Agama  Kong Hu Chu diajarkan oleh Confusius. Agama ini dahulunya di cina dikenal sebagai tradisi yang berisi tatakrama, atau pesan-pesan moral, namun berjalannya waktu membuat tradisi tersebut membentuk sebuah Agama atau Kepercayaan dikalangan penduduk cina. Tempat ibadah dikenal dengan sebutan Klenteng.

         
Kerukunan Hidup Umat Beragama

Kerukunan hidup umat beragama akan bisa tercapai apabila setiap golongan agama memiliki prinsip “setuju dalam perbedaan” yang artinya mau menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh aspiraasi, keyakinan, kebiasaan dan pola hidupnya. Memelihara kerukunan antar umat beragama tidaklah berarti bahwa masing-masing agama harus mempertahankan status masing-masing sehingga menghyambat kemajuan.
Agar kerukunan hidup beragama dapar dipelihara dengan baik, kita wajib membina dan melaksanakan usaha-usaha kearah terbinanya kerukunan hidup yaitu:
  1. Tidak memaksakan kehendak atau keyakinan kepada orang lain.
  2. Bekerjasama dan gotong royong untuk mengerjakan sesuatu yang menyagkut kepentingan bersama.
  3. Tidak membeda-bedakan antar umat dal hal agama dan keyakinan yang  dianut.
  4. Memberi kesempatan penuh kepada orang lain untuk menjalankan ibadahnya.
  5. Menghormati orang lain yang sedang menjalankan ibadahnya.
  6. Saling menghormati perayaan hari besar agama.

Agama Buddha adalah agama yang menjunjung tinggi keerukunan umat beragama. Sejarah perkembangan agama Buddha telah membuktikan bahwa apabila kerukunan umat beragama dapat terbina, maka dengan sendirinya akan terwujud  pula persatuan dan kesatuan bangsa.
            Untuk memelihara kerukunan hidup antar umat beragama, sang Buddha telah memberi petunjuk berupa “enam Faktor yang Membawa Keharmonisan” atau (Saraniya Dhamma) yaitu:

1.      Cinta kasih diwujudkan dalam cinta kasih
2.      Cinta kasih diwujudkan dalam tutur kataq
3.      cinta kasih diwujudkan dalam pikiran dan pemikiran dengan itikad baik kepada orang lain
4.      memberi kesempatan yang wajar kepada sesamanya untuk menikmati apa yang diperoleh secara halal.
5.      Didepan umum maupun pribadi, ia menjalankan kehidupan bermoral, tidak berbuat sesuatu yang melukai orang lain.
6.      Didepan umum maupun pribadi, memiliki pandangan yang sama yang bersifat membebaskan dari penderitaan dam membawanya bebuat sesuai dengan pandangan tersebut, hidup harmonis, tidak bertengkar karena perbedaan pendapat (Anguttara Nikaya III, 288-289).

Tiga kerukunan hidup umat beragama yaitu:
  1. Kerukunan intern umat beragama, artinya harus ada kerukunan dalam satu agama sendiri. Contohnya antara aliran agama Buddha yaitu Theravada, Mahayana, dan Tantrayana.
  2. Kerukunan antar umat beragama, artinya terdapat kerukunan antara agama satu dengan yang lainya Contohnya antara agama Buddha dengan Islam, Kristen dengan Hindu.
  3. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, artinya setiap kegiatan keagamaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan kebijaksanaan pemerintah. Contohnya dalam hal pendataan, pengandaan kitab suci, dan pembinaan umat.

Tiga kerukunan hidup beragama merupakan landasan utama yang dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Sikap-Sikap Dalam Kehidupan Bermasyarakat

1. Eksklusivisme
Adalah suatu paham yang mempunyai kecenderungan untuk melihat kelompoknya sendiri sebagai satu-satunya yang ada, sedangkan keberadaan kelompok lain tidak termasuk dalam perhitungan atau dipandang sebagai serba kurang dari kelompoknya sendiri.

2. Inklusivisme
Adalah suatu paham yang mencakup atau terbuka artinya kenyataan diluar lingkungannya tidak ditolak, melainkan dicakup, diakui keberadaannya dan diberi perhatian, bukan untuk menghilangkan tetapi untuk menghargainya.

3. Paralelisme atau Pluralisme
Orang-orang yang menganut paham ini bertumbuh dari sikap eksklusivisme menjadi terbuka kepada orang lain. Keberadaan kelompok paham ini dapat memperkaya kelompoknya, sikap menghargai kelompok lain dengan memandang sebagai bermakna dalam dirinya sendiri, dan terbuka menerima kelompok lain juga disebut paralelis, artinya sikap sejajar karena menerima kemajemukan.

4. Utuh terbuka
Adalah sikap menghormati orang lain dan budaya lain, serta sekaligus tradisi mereka sehingga nilai-nilai budaya tidak menjadi prinsip-prinsip tetapi penghayatan yang membentuk tradisi. Sikap ini tumbuh melalui perkembangan sikap inklusivisme dan pluralisme.
Berikut ini merupakan bentuk dan wujud yang dapat mempengaruhi hubungan antar umat beragama yakni:
1. Konflik atau pertentangan
Adalah sebuah suasana hubungan dimana mereka yang berbeda agama dan budaya, baik pribadi maupun kelompok saling bententangan.
2. Toleransi
      Suatu sikap yang tidak menolak perbedaan-perbedaan. Dalam toleransi, bahan komunikasi sangat terbatas dan konflik yang disadari bersama dapat menjadi awal tumbuhnya toleransi di antara sesame umat beragama.
3. Dialog
      Sebuah situasi untuk mengatasi konflik. Meskipun masih dengan bahan yang sangat terbatas, dan menjadi situasi tukar menukar inspirasi dimana nilai-nilai luhur masing-masing agama saling diungkap untuk dimungkinkan menjadi kekayaan bersama.
  1. Persaudaraan Sejati
Adalah sebuat sarana yang dapat dibangun berdasarkan toleransi dan dialog, yakni ketika orang –orang sudah merasakan banyak hal sebetulnya sama dengan ajaran-ajaran agama.

F. Tujuan Hidup Merurut Agama Buddha

            Tujuan Akhir umat Buddha adalah Nibbana. Nibbana adalah padamnya keinginan, ikatan-ikatan, nafsu-nafsu dan kekotoran-kekotoran batin. Nibbana disebut Asankhata Dhamma yang sulit dibabarkan sebagaimana keadaan gelap yang hanya dapat dialami jika dukkha telah disadari. Disatu sisi Buddha pernah mengungkapkan ”ketika seseorang mengenali rasa manis pada gula, begitu juga ia akan mengetahui rasa gula. Ketika seseorang telah mampu melenyapkan kekotoran batin, maka ia akan tahu bahwa Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.

Sumber:

Cornelis  Wowor, MA, Hukum Kamma Buddhis, Jakarta, Arya Surya Chandra, 1990
Dharma K. Widya, Siwa-siswa Utama Sang Buddha (1), Jakarta, CV Payung Mas, 2003
Jan Sanjivaputta, Kitab Suci Dhammapada, LPD Publisher.
Mahathera Narada, Dhammapada Atthakatha, Terjemahan Tangkas K. Dan Oka Diputera Drs., Ped. Proyek Pengandaan Kitab Suci buddha.
Panjika, Pokok Pokok Ajaran Buddha, Anna House, Jakarta, 1988
Sangha Theravada Indonesia, Dhammapada Atthakatha, Jakarta, sarira Club, 1999
Sangha Theravada Indonesia, Paritta-Kumpulan Doa Buddhis, Jakarta, Yayasan Jakarta Dhammacakka Jaya, 1996
Sri Dhammananda, Keyakinan Umat Buddha, Jakarta: Yayasan Penerbit Karaniya
Sutta Pitaka, Digha Nikaya I, Jakarta: Proyek Pengandaan Kitab Suci Buddha, Departeman Agama RI., 1980
Uttamo Thera, Bhante, Kumpulan Tanya Jawab Dhama, Mwdan, Karya Maju, 2004

Widyadharma S. Maha Pandita, Riwayat Hidup Buddha Gotama, Jakarta, Penerbit Cetiya Vatthu Daya, 1999

No comments:

Post a Comment