Tuesday 16 July 2013

Apakah Umat Buddha Penyembah Berhala?

August 22, 2008 by Upc. A.S. Yantasilo S.Kom.

Dalam setiap agama pasti terdapat objek-objek atau simbol-simbol yang ditujukan untuk penghormatan. Dalam Buddhisme terdapat tiga objek agama yang utama untuk tujuan tersebut, yaitu:

Saririka atau relik-relik jasmani Sang Buddha;
Uddesika atau simbol-simbol agama seperti rupang (patung, gambar) Sang Buddha dan cetiya atau pagoda;
Paribhogika atau barang-barang pribadi yang pernah digunakan oleh Buddha.

Sudah menjadi hal yang biasa bagi semua umat Buddha di seluruh dunia untuk memberikan penghormatan kepada objek-objek di atas. Dan juga merupakan tradisi umat Buddha untuk membangun rupang Sang Buddha, cetiya atau pagoda pagoda serta menanam pohon Bodhi di setiap Vihara sebagai objek penghormatan keagamaan.

Banyak orang salah paham dan menggangap umat Buddha sebagai penyembah berhala. Kesalahpahaman ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang ajaran Buddha serta adat istiadat dan tradisi Buddhis.

Penyembahan berhala secara umum berarti mendirikan patung dewa-dewi di beberapa agama theistik dalam berbagai bentuk oleh pemeluknya untuk disembah, mencari berkah dan perlindungan serta untuk berkah kemewahan, kesehatan dan kekayaan para pemohon. Beberapa pemohon bahkan memohon kepada patung untuk memenuhi bermacam kekuasaan pribadi walaupun kekuasaan itu diperolehi dengan cara yang salah. Mereka juga berdoa agar dosa mereka diampuni.

Monday 1 July 2013

Yin-Yang sebagai dasar berpikir positif


Positif thinking... sepertinya kalimat itu tidak asing lagi untuk kita. memang berpikir positif sangat membantu dalam menjalani kehidupan ini, khususnya untuk memperoleh kebahagiaan yang didambakan. dengan berpikir positif masalah yang tadinya besar bisa dikecilkan, masalah yang kecil bisa dihilangkan dan masalah yang akan timbul bisa ditahan agar tidak jadi masalah.
Nah yang jadi permasalahan memang banyak anjuran yang menyatakan harus selalu berpikir positif.. dan setiap anjuran pada umumnya mudah untuk di ucapkan karena anjuran tersebut berupa teori. Namun terkadang kita tidak tahu bahkan bingung harus dimulai dari mana... Ada satu hal yang dapat kita jadikan dasar atau landasan agar kita bisa membiasakan diri berpikir positif. Salah satu cara yang dapat dipraktikan adalah memahami tentang simbol yang sangat luar biasa ini:

Lambang bola dengan 2 sisi warna yang berbeda ini di namakan Yin-Yang. Ada maknya yang sangat berhaga di balik lambang ini. Coba perhatikan lambang tersebut. Pada sisi warna hitam terdapat titik yang berwarna putih. Begitu juga pada sisi warna putih terdapat satu titik yang berwana hitam. Apa maknanya? Sisi hitam dan titik putih bearti adalah sifat manusia, yang sebenarnya seburuk-buruknya manusia pasti ada segi baiknya walaupun hanya satu titik. Begitu juga pada sisi putih dan titik hitam, sebaik-baiknya orang pasti ada sisi buruknya yang tidak kita ketahui.
Dengan mengerti hal ini.. Hendaknya salalu dapat menanamkan pikiran positif pada lingkungan dan orang-orang di sekitar yang kita jumpai. Selanjutnya kita bisa menghargai sekecil apapun kehidupan dan bisa menghargai orang-orang yang kita jumpai sebagai manusia yang sama-sama memiliki hak dan potensi

Sang Buddha Teladan Sejati

Sang Buddha Teladan Sejati
Oleh: Bhikkhu Indadharo
Para bhikkhu, ada satu orang yang kemunculannya di dunia ini adalah demi kesejahteraan semua makhluk, demi kebahagiaan amat banyak makhluk, yang datang karena kasih sayang kepada dunia, untuk kebaikan, kesejahteraan serta kebahagiaan pada dewa dan manusia. Siapakah satu orang itu? Beliau adalah Sang Tathagata, Sang Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan. (Aguttara Nikāya I, XIII; 1, 5, 6)
Di kehidupan bermasyarakat, kita tidak pernah lepas dari namanya masalah. Dalam menjalani masalah tersebut terkadang kita bisa mengatasinya dengan baik dan bijak namun juga tidak jarang kita menyelesaikannya dengan hal-hal yang justru membawa kerugian bagi diri kita sendiri. Sehingga dalam hidup ini kita juga membutuhkan keyakinan (Saddha) dan semangat (Viriya) dalam menjalani hidup di lautan samsara ini. Tetapi keyakinan yang dimaksud bukanlah keyakinan yang hanya dilandasi oleh rasa percaya begitu saja (secara membuta), di dalam Kalama Sutta Sang Buddha menjelaskan bahwa; “Jangan percaya hal apapun hanya karena kamu telah mendengarnya, jangan percaya begitu saja hanya karena hal itu telah dipergunjingkandan dibicarakan oleh banyak orang, jangan percaya hal apapun hanya karena hal itu tertuis dalam kitab-kitab keagamaanmu, jangan percaya hal apapun hanya karena hal itu dikatakan berdasarkan otoritas guru-guru dan sesepuh-sesepuhmu, jangan percaya tradisi apapun hanya karena tradisi itu telah diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya, tetapi seteah kamu observasi dan analisis, maka ketika kamu mendapati hal apapun sejalan dengan akal budimu dan menolongmu untuk mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi satu dan semua orang, maka terimalah dan jalankanlah.”

KULĀVAKA-JĀTAKA



KULĀVAKA-JĀTAKA
Sumber : Indonesia Tipitaka Center
“Biarkan semua anak burung di hutan,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana, mengenai seorang bhikkhu yang minum tanpa menyaring airnya terlebih dahulu66.
Menurut kisah yang diceritakan secara turun temurun, dua orang bhikkhu muda yang saling bersahabat meninggalkan Sawatthi menuju sebuah desa, di sana mereka tinggal di suatu tempat yang menyenangkan. Setelah menetap beberapa saat, mereka meninggalkan tempat itu menuju ke Jetawana, untuk mengunjungi Yang Tercerahkan Sempurna (Sammāsambuddha).
Hanya salah seorang dari mereka yang membawa saringan air, yang seorang lagi tidak membawanya, maka mereka berdua menggunakan saringan yang sama sebelum minum. Suatu hari mereka bertengkar. Pemilik saringan tidak mau meminjamkan saringan itu kepada temannya, ia menyaring dan meminum sendiri air yang telah disaringnya itu.
Karena temannya tidak mau memberikan saringan itu, dan karena ia tidak mampu menahan rasa haus yang menyerangnya, ia minum air tanpa disaring terlebih dahulu. Akhirnya tibalah mereka di Jetawana, dan segera memberikan salam dengan penuh penghormatan kepada Sang Guru sebelum duduk. Setelah menyapa mereka dengan ramah, Beliau bertanya dari manakah mereka berdua datang.